BIMBINGAN
KONSELING
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Bimbingan Konseling
Dosen Pangampu :
Nurjaman,M.Pd.
Disusun Oleh :
Alif Rusmana (140641141)
Rahmat Syamsuddin (140641140)
SD14-A4
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR
ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Anak berperilaku bermasalah........................................... 3
2.
Bentuk-bentuk
perilaku bermasalah................................................... 4
3. Masalah yang berkaitan
dengan
Karakteristik Perkembangan Anak SD............................................. 9
4. Teknik Bimbingan pada siswa
bermasalah........................................ 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................. 12
B.
Saran ....................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehinggga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam selalu kami curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, serta kami selaku
umatnya. Semoga kita mampu meneladani beliau sebagai manusia yang berguna.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok dari mata kuliah Bimbingan Konseling. Di dalam makalah ini membahas tentang “Pengertian
Anak berperilaku bermasalah, Bentuk-bentuk perilaku bermasalah, Masalah yang berkaitan dengan Karakteristik
Perkembangan Anak SD, Teknik Bimbingan pada siswa bermasalah.”
.Makalah ini tidak akan berhasil tanpa bantuan
dan dukungan berbagai pihak. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu
mata kuliah yaitu
Bapak Nurjaman,M.Pd. yang telah memberikan tugas kepada kami dan semua pihak yang telah
membantu memberikan saran serta masukan guna untuk menyampurnakan makalah ini.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh kerena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang sifatnya membangun, agar makalah kami menjadi lebih baik dan berguna
dimasa yang akan datang.
Cirebon,
Januari 2017
Penyusun
i
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perilaku bermasalah adalah
suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian guru. Bukan semata-mata perilaku
itu destruktif atau mengganggu proses pembelajaran melainkan suatu bentuk
perilaku agresif maupun pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam kerjasama
dengan teman merupakan perilaku yang dapat menimbulkan masalah belajar peserta
didik, dan hal itu merupakan perilaku bermasalah. Guru hendaknya menyingkap
jauh dibalik perilaku yang nampak, agar memiliki pemahaman tentang
karakteristik perilaku murid yang sesungguhnya.
Murid SD merupakan
individu yang khas, penghampiran terhadap masalah individu merupakan penanganan
yang berbeda. Teknik-teknik membantu murid bermasalah memberikan wawasan dalam
memberikan bantuan terhadap murid bermasalah.
Pendekatan bimbingan
perkembangan membawa implikasi bahwa penghampiran pada perilaku murid
bermasalah dapat dilakukan dengan mengkaji masalah-masalah yang berkaitan
dengan karakteristik perkembangan murid.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
5.
Pengertian
Anak berperilaku bermasalah ?
6.
Bentuk-bentuk
perilaku bermasalah?
7. Masalah yang berkaitan dengan
Karakteristik Perkembangan Anak SD?
8. Teknik Bimbingan pada siswa
bermasalah ?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian Anak
berperilaku bermasalah.
2.
Untuk
Mengetahui Bentuk-bentuk perilaku bermasalah.
3. Untuk Mengetahui Masalah
Yang Berkaitan Dengan Karakteristik Perkembangan Anak SD.
4. Untuk Mengetahui Teknik
bimbingan pada siswa bermasalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak
Berperilaku Bermasalah.
Menurut
Sunaryo Kartadinata,dkk. 1998. Dalam kehidupan anak di sekolah tidak semua dapat
melihat dan merasakan bahwa di antara anak ada yang telah atau sedang
menghadapi masalah dan ada yang masih gejala, bahkan bagi anak sendiri juga
banyak yang tidak tahu bahwa dirinya sedang bermasalah. Oleh karena itu kita
perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan “pengertian berperilaku bermasalah”.
Perilaku bermasalah adalah tingkah laku siswa yang menyimpang dari
kebiasaan-kebiasaan temannya. Lebih lanjut dikatakan apabila anak tiba-tiba
tidak dapat melakukan apa-apa juga merupakan indikasi bahwa anak mengalami
masalah yang segera harus ditangani gurunya.
Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah
ialah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau
mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut “mekanisme pertahanan
diri” karena dengan perilaku tersebut individu dapat mempertahankan diri atau
menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan.
Penggunaan mekanisme pertahanan diri dalam diri anak
sebenarnya dikatakan normal apabila dalam taraf yang tidak berlebihan (apabila
mekanisme pertahan diri dalam taraf berlebihan disebut neurotik). Sebab
tujuan dari mekanisme pertahanan diri adalah untuk melindungi ego dan
mengurangi kecemasan yang setiap saat diperlukan setiap orang terutama pada
anak-anak.
B. Bentuk-bentuk
Perilaku Bermasalah
Menurut Yusuf.dkk.2008.
landasan bimbingan dan konseling.Bandung : Remaja rosdakarya. Bentuk-bentuk
Perilaku Bermasalah. Bentuk umum
perilaku mekanisme mempertahankan diri
ialah :
1. Rasionalisasi
Perilaku rasionalisasi ditunjukkan dalam bentuk
memberikan penjelasan atau alasan yang dapat diterima oleh akal, tapi pada
dasarnya bukan penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut individu
bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya.
2. Sikap
bermusuhan
Sikap ini nampak pada perilaku agresif, menyerang,
mengganggu, bersaing, dan mengancam lingkung.
3. Menghukum diri sendiri
Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sendiri
dari penyebab utama dari kesalahan atau kegagalan. Perilaku ini terjadi karena
individu cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai kiranya dia mengkritik
orang lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai amat
kuat.
4. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk
menyingkirkan frustrasi, tekanan, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan
dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang
mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada
pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang
sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam
situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya,
karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam
dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek
positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
a.
Individu cenderung
untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan,
dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan. Individu akan membuang memori
tentang hal tidak menyenangkan dari otaknya.
b.
Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat
gambar dan mengingat-inget kejadian yang menyesakkan dada.
c.
Lebih sering
mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk.
d.
Lebih mudah mengingat
hal-hal positif daripada yang negatif.
e.
Lebih sering
menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak
membahagiakan.
5. Konformitas
Perilaku ini
diutnjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan atau terhadap
harapan-harapan orang lain. Dengan memenuhi harapan orang lain, maka dirinya
akan terhindar dari kecemasan. Orang seperti ini memiliki harapan sosial
ketergantungan orang lain.
6.
Sinis
Perilaku sinis muncul dari ketidakberdayaan individu
untuk berbuat atau berbicara terhadap kelompok. Ketidakberdayaan ini membuat
dirinya khawatir akan penilaian orang lain terhadap dirinya, dan preilaku sinis
merupakan perilaku menghindar dari penilaian orang lain.
7.
Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini,
biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang
tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung
dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan
karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.
8. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi,
maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat
menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan.
Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka
situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya
supaya tidak terlalu terlibat dengan .persoalan tersebut secara emosional.
Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang
pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada
dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa
dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya
dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan
kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun
terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih
menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya.Tetapi bila fantasi ini dilakukan
secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi
terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan
berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu
10. Denial
(menyangkal kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia
menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya
sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
11. Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama,
kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja
secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak
langsung.
12. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila
berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula
terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode
perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons
seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang
baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap
jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi
dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap
sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini
individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada
keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman,
atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar
respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang
mencoba mencari perhatian.
13. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada
suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan,
sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk
menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau
selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap
perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang
sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan
diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada
remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk
melakukan mekanisme ini.
14. Supresi
Supresi
merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga
agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan
cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu
sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat
menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas
(supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan
yang ditekan (represi).
15. Reaction
formation (pembentukan reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi
adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya
(mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang
berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat
menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk
menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar
dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan
seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi
dengan tindak kebaikan.
C. Masalah yang berkaitan dengan Karakteristik
Perkembangan Anak SD
Menurut Abin Syamsuddin Makmun.1996. Pendekatan perkembangan membawa implikasi bahwa
pendekatan terhadap siswa berperilaku masalah dapat dilakukan dengan mengkaji
tugas-tugas perkembangan karakteristik perkembangan siswa, yakni :
1.
Menanamkan dan
mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa Tuhan Yang Maha
Esa.
2.
Mengembangkan
keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
3.
Mengembangkan
konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Belajar bergaul dan
bekerja dengan kelompok sebaya.
5.
Belajar menjadi
pribadi yang mandiri.
6.
Mempelajari
keterampilan fisik yang sederhana yang diperlukan baik untuk permainan maupun
kehidupan.
7.
Mengembangkan kata
hati, moral, dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku.
8.
Membina hidup sehat
untuk diri sendiri dan lingkungan serta keindahan.
9.
Belajar memahami diri
sendiri dan orang lain serta menjalankan peran tanpa membedakan jenis kelamin.
10.
Mengembangkan sikap
terhadap kelompok, lembaga sosial, tanah air, bangsa dan negara.
11.
Mengembangakan
pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
D. Teknik Bimbingan Pada Siswa Bermasalah
Menurut W.S. Winkel dan M.M. Sri
Hastuti.2010. Ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan guru untuk memperoleh lingkungan belajar yang sehat, antara lain :
1. Memanfaatkan pembelajaran kelas sebagai wahana untuk
bimbingan kelompok, dalam hal ini guru dapat bekerja sama dengan guru lain di
sekolah itu atau guru kelas lain.
2. Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok didalam
proses pembelajaran. Dalam hal ini guru dapat menggunakan metode yang
bervariasi yang memungkinkan murid mengembangkan keterampilan kelompok, seperti
: sosiometri, diskusi, dan simulasi.
3. Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan guru dan
orang tua siswa. Konferensi kasus ini dimaksudkan untuk menemukan alternatif pemecahan
bagi kasus.
4. Menjadikan segi kesehatan mental sebagai salah satu
segi evaluasi. Evaluasi di sekolah seyogyanya tidak hanya melaksanakan kepada
hasil belajar saja tetapi juga perlu memperhatikan kepribadian murid. Walaupun
hasil evaluasi kepribadian itu tidak dijadikan faktor penentu keberhasilan
siswa.
5. Memasukkan aspek-aspek insaniah dalam kurikulum,
sebagai bagian terpadu dan bahan ajaran yang harus disajikan guru.
6. Menaruh kepedulian khusus terhadap faktor-faktor
psikologis yang perlu dipertimbangakan dalam mengembangakan strategi
pembelajaran.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku bermasalah adalah suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian
guru. Bukan semata-mata perilaku itu destruktif atau mengganggu proses
pembelajaran melainkan suatu bentuk perilaku agresif maupun pasif yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam kerjasama dengan teman merupakan perilaku yang
dapat menimbulkan masalah belajar peserta didik, dan hal itu merupakan perilaku
bermasalah.
B. Saran
Sebagai seorang guru haruslah lebih sensitif
terhadap interaksi antara para peserta didik dan faktor dari dalam lingkungan
peserta didik dengan perilaku peserta didik dikelas. Terhadap peserta didik
yang berperilaku bermasalah guru harus terlebih dahulu memahami apa yang
menjadi penyebab terjadinya perilaku bermasalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo Kartadinata,dkk. 1998. Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung :
Departemen pendidikan dan kebudayaan.
W.S.
Winkel dan M.M. Sri Hastuti.2010. Bimbingan
dan konseling di institusi pendidikan , Yogyakarta: Media Abadi.
Yusuf.dkk.2008.
landasan bimbingan dan konseling.Bandung
: Remaja rosdakarya.
Abin Syamsuddin Makmun.1996. psikolog kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar